SELAMAT DATANG.


Ingin ikut menulis diblog ini, sertakan alamat email Anda.
Artikel Anda akan diupload di blog ini.
Terima Kasih telah berkunjung.

(Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw bersabda, "Orang yang menyantuni janda dan orang miskin adalah bagaikan orang yang berjihad fi sabilillah bahkan seperti orang yang tidak pernah berhenti puasa dan bagun shalat malam."
(Bukhari - Muslim)
"


Senin, 12 Desember 2011

Kisah Nabi Ibrahim dan Raja Namrud


NABI IBRAHIM 

 Bangsa Arab dan Israil mempunyai nenek moyang yang sama, yaitu Nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim as merupakan anak sulung dari tiga bersaudara. Dua saudara kandungnya adalah Nakhur dan Hasan, ayah Nabi Luth as. Nabi Ibrahim as lahir di Babilonia (sekarang Irak). Saat ia lahir, Babilonia diperintah oleh seorang raja bernama Namrud. Ayah Nabi Ibrahim as, Azar, termasuk orang yang sangat dicintai Raja Namrud karena pandai membuat patung berhala. Patung-patung karyanya disembah oleh para pengikut Raja Namrud. Nabi Ibrahim as diutus oleh Allah Swt. menjadi nabi dan rasul untuk meluruskan perbuatan Raja Namrud dan rakyatnya. Orang pertama yang diajak oleh nabi Ibrahim as ke jalan yang benar adalah ayahnya, namun sang ayah tetap ingkar kepada Allah Swt. nabi Ibrahim termasuk salah satu nabi ulul azmi. Kisahnya banyak disebut dalam Al- Qur'an. 

RAJA NAMRUD 

             Negeri Babilonia yang subur dipimpin oleh seorang raja bernama Namrud. Raja ini memerintah dengan kekuasaan mutlak. Ia memenjarakan dan membunuh rakyatnya yang ia anggap salah. Ia bahkan mengaku sebagai tuhan. Rakyat sangat takut kepada sang Raja. Mereka terperosok ke dalam lembah kegelapan dan kebodohan.

Al-Qur’an memberikan misal tentang Namrud sebagai raja yang sezaman dengan Nabi Ibrahim (a.s.). Kerana terlalu lama berkuasa ia menjadi lupa diri. Nafsu besarnya menyebabkan ia tidak puas sekadar menjadi raja. Ia mahu menjadi tuhan, lalu meminta rakyat mengakui dan menyembahnya sebagai tuhan mereka. Rasa serba mampu telah mendorongnya berlagak bagai tuhan. Tanpa malu-malu Namrud mendakwa mampu melakukan sesuatu (menghidup dan mematikan) yang pada hakikatnya hanya Tuhan yang sebenar mampu melakukannya.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(2 : 258)

Dalam dialognya dengan Namrud, Nabi Ibrahim (a.s.) mengatakan bahawa Tuhanya adalah Tuhan Yang Maha Berkuasa menghidupkan dan mematikan. Namrud yang ingin menjadi tuhan merasa perlu memiliki ciri ketuhanan yang sama. Nafsu ingin menandingi Tuhan Ibrahim (a.s.) itulah yang mendorongnya berkata, “aku juga mampu menghidupkan dan mematikan” (ana uhyi wa umit). Untuk membuktikannya ia menghadirkan dua orang narapidana yang telah dijatuhi hukuman mati, yang seorang dibebaskan, manakala yang seorang lagi diperintahkan menjalani hukuman (mati). Itulah yang ia tahu tentang arti menghidupkan dan mematikan. Ia mengira bahwa ia sudah menang, ia berkhayal menjadi “tuhan”. Pada hakikatnya yang terlihat dari cara berhujah dan pembuktian sedemikian itu bukan kuasa “ketuhanan”nya tetapi kuasa “kediktatoran”nya berbuat semaunya, bertindak atas seseorang sesuka hati untuk kepentingan diri.

Mungkin kerana merasa tidak ada gunanya berdebat tentang arti yang benar “menghidupkan dan mematikan” dengan orang tolol, maka Nabi Ibrahim mengubah cara berhujahnya dengan mengatakan, “Tuhanku menerbitkan matahari dari sebelah timur, coba anda terbitkannya dari sebelah barat” (al-Baqarah: 258). Kali ini Namrud tidak dapat menjawab, ia kebingungan bercampur marah. Selama ini tidak ada seorang pun berani berkutik di hadapannya sekarang ia dibantah dan Namrud terjerat dalam kesombongan dan ketololannya sendiri.

MENGHANCURKAN BERHALA 

 Nabi Ibrahim berdakwah kepada kaumnya dengan cara membuktikan bahwa berhala-berhala yang mereka sembah tidak bisa melindungi mereka. Ketika rakyat Babilonia merayakan suatu hari besar di luar kota, Nabi Ibrahim tidak ikut dengan alasan sakit. Saat kota sudah sunyi, Ibrahim pergi menuju tempat peribadatan kaumnya dengan membawa sebuah kapak besar. Ia menghancurkan semua berhala, kecuali sebuah patung yang paling besar. Ketika kaumnya mengetahui hal itu, Ibrahim ditangkap dan diadili.

Hidayah Allah telah menerangi hati Nabi Ibrahim. Patung-patung yang disembah ayahnya, yang dijadikan Tuhan oleh penduduk, juga oleh Raja Namrud, menggangu pikiran dan perasaannya. Dia selalu termenung dan bertanya-tanya, “Mengapa manusia menyembah Patung atau berhala-berhala itu? Padahal patung-patung itu tidak dapat mendengar dan melihat, apalagi menghidupkan dan mematikan? Kalau berhala-berhala itu adalah Tuhan, yang dibuat manusia, siapakah yang menciptakan manusia?”
Siang dan malam Ibrahim mencari-cari Tuhan yang sebenarnya dengan akalnya sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an. “Ketika hari telah malam, Ibrahim melihat bintang, katanya, “Inilah Tuhanku”, tetapi setelah dilihatnya bintang itu terbenam, ia berkata, aku tidak akan bertuhan kepada yang terbenam. Sesudah itu ia juga meliaht Bulan Purnama yang memancarkan cahayanya gilang gemilaang, ia pun berkata, “Inilah Tuhanku?” tetapi setelah bulan itu lenyap, lenyap pula pendapatnya bertuhan pada Bulan itu, dan ia pun berkata, kalau tidak Tuhanku yang sebenarnya yang menunjukkan, tentu aku akan menjadi sesat. Pada waktu siang dilihatnya Matahari, (Yang lebih besar dan lebih bercahaya daripada apa-apa yang dilihat sebelumnya) maka iapun berkata, “O, inilah Tuhanku yang sebenarnya, inilah yang paling besar, tetapi setelah Matahari terbenam iapun berkata, “Hai kaumku, aku tidak mau menyekutukan Tuhan sepertimu, aku hanya bertuhan kepada yang menjadikan langit dan bumi dengan Ikhlas dan sekali-kali tidak mau mempersekutukan-Nya.” (Al-An’am: 76-78).

Setelah Nabi Ibrahim melakukan dakwahnya, menyiarkan agama Allah, dia berani membersihkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Diapun berani menghancurkan berhala-berhala yang tidak memberi manfaat.

Pada suatu hari penduduk negerinya melakukan upacara agama. Mereka keluar kampung bersama Raja Namrud. Kampung manjadi kosong, saat itulah Nabi Ibrahim pergi ke rumah berhala, " Inilah dia kesempatan yang ku nantikan," kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata Nabi Ibrahim, mengejek:" Mengapa kamu tidak makan makanan yang lazat yang disaljikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu."
Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.

Ketika penduduk dan Raja Namrud pulang, mereka melihat berhala-berhala sudah hancur. Mereka menduga Nabi Ibrahimlah yang memecahkan tuhan-tuhan mereka itu. Raja Namrud murka. Nabi Ibrahim dipanggilnya. “Wahai Ibrahim, engkaukah yang memecahkan berhala-berhala itu?” tanya Raja Namrud setelah Nabi Ibrahim menghadap.

“Bukan aku,” jawab Nabi Ibrahim, “Berhala besar itu yang menghancurkan berhala-berhala yang kecil itu, buktinya kapak masih tergantung di lehernya.”

Raja Namrud bertambah marah, “Mana mungkin patung dapat berbuat semacam yang engkau katakan itu!”
“Kalau patung itu tidak dapat berbuat apa-apa, mengapa kalian sembah?” tanya Ibrahim.

 DIBAKAR HIDUP-HIDUP

 Karena menghancurkan berhala-berhala, Raja Namrud kehilangan kesabarannya. Para hakim memutuskan bahwa Ibrahim harus dibakar hidup-hidup. Pelaksanaan hukuman kemudian disiapkan. Rakyat disuruh mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya untuk membakar Nabi Ibrahim. Setelah kayu bakar itu terkumpul bertimbun-timbun, maka Api unggun besar pun dibuatnya. Nabi Ibrahim dibawa ke tanah lapang. Rakyat Babilonia datang berbondong- bondong untuk menyaksikan eksekusi pembakaran Ibrahim.
Tapi mereka merasa kebingungan sendiri, bagaimana caranya memasukkan Ibrahim ke dalam api yang sedang berkobar-kobar itu. Akan diantarkan sendiri oleh mereka tentu tidak mungkin, sebab mereka tidak mampu mendekati kobaran api besar itu dari jarak yang agak dekat. Kemudian Ibrahim di bakar di dalam api unggun yang berkobar-kobar itu dengan memasukkan Nabi Ibrahim ke dalam api dari jarak yang jauh dengan cara Ibrahim di letakkan di suatu tempat yang dapat dilentingkan seperti anak panah yang dapat di lentingkan dari jarak jauh ke arah sasaran yang dituju.

Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan kurban keganasan orang-orang kafir musuh Allah.

Merekapun merasa puas dan berkerumun menonton dari jauh peristiwa yang sangat mengerikan itu. Mereka mengira bahwa Nabi Ibrahim telah berakhir hidupnya dan merekalah yang menang dalam hal ini. Dan memang demikianlah apa yang terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api, Allah berfirman kepada Api, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an, “Hai api hendaklah dingin dan selamatkan Ibrahim!” (Al-Anbiya: 69). Hal demikian merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.

Para penonton upacara pembakaran hairan tercenggang tatkala melihat Nabi Ibrahim keluar dari bukit api yang sudah padam dan menjadi abu itu dalam keadaan selamat, utuh dengan pakaiannya yang tetap berda seperti biasa, tidak ada tanda-tanda sentuhan api sedikit jua pun. Mereka bersurai meninggalkan lapangan dalam keadaan hairan seraya bertanya-tanya pada diri sendiri dan di antara satu sama lain bagaimana hal yang ajaib itu berlaku, padahal menurut anggapan mereka dosa Nabi Ibrahim sudah nyata mendurhakai tuhan-tuhan yang mereka puja dan sembah.Ada sebahagian drp mrk yang dalam hati kecilnya mulai meragui kebenaran agama mrk namun tidak berani melahirkan rasa ragu-ragunya itu kepada orang lain, sedang para pemuka dan para pemimpin mrk merasa kecewa dan malu, karena hukuman yang mrk jatuhkan ke atas diri Nabi Ibrahim dan kesibukan rakyat mengumpulkan kayu bakar selama berminggu-minggu telah berakhir dengan kegagalan, sehingga mrk merasa malu kepada Nabi Ibrahim dan para pengikutnya.

Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan patung-patung mrk dan membuka mata hati banyak drp mrk untuk memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang drp mrk yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun khuatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah bealih ke pihak Nabi Ibrahim. 

Kisah Nabi Ibrahim Pindah ke Negeri  Kan’an
 
Nabi Ibrahim mengajak ayahnya untuk cepat bertobat dan memeluk agama Allah, seperti tercantum di dalam Al-Qur’an, surah Maryam, ayat 41 – 45,

“Sesungguhnya ia adalah Nabi yang benar. Ketika ia berkata kepada Bapaknya, ya Bapakku! mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar dan tidak melihat dan tiada bermanfaat kepada Engkau sedikitpun?” Ya Bapakku!, jangan engkau sembah setan, sesungguhnya Setan itu durhaka kepada Allah.
Ya Bapakku!, sesungguhnya aku takut kepada siksaan Allah yang akan menimpa engkau, maka engkau akan berteman dengan setan di dalam Neraka.”
Ayah Nabi Ibrahim menjawab, “Adakah engkau membenci kepada sesembahanku (patung-patung) ya Ibrahim?, ingatlah, jika engkau tidak berhenti menghina Tuhanku, niscaya aku akan melempar (menyiksa)-mu, dan enyahlah engkau dari sini selama-lamanya.” (Maryam: 46).

Karena negeri Babilon tidak aman lagi bagi Nabi Ibrahim maka ia memutuskan untuk pindah ke Syam (Palestina), bersama Luth yang kemudian juga menjadi Nabi, dan beberapa pengikutnya ia meninggalkan Babilon.

Namun tidak beberapa lama negeri Palestina diserang bahaya kelaparan dan penyakit menular. Nabi Ibrahim dan pengikutnya kemudian pindah ke Mesir.
Mesir waktu itu diperintah oleh Raja yang kejam dan suka berbuat seenaknya. Raja Mesir suka merampas wanita-wanita cantik walaupun wanita itu sudah bersuami.

Ketika Raja Mesir mendengar bahwa Sarah adalah perempuan yang cantik, maka Nabi Ibrahim dan Sarah dipanggil menghadap. Nabi Ibrahim berdebar, Raja Mesir memang mempunyai kebiasaan aneh, yaitu merampas istri orang yang berwajah cantik sekedar untuk menunjukkan betapa besar kekuasaannya. Tak seorangpun berani menghalangi perbuatannya.

Setelah menghadap raja Mesir. Ibrahim di tanya, “Siapakah perempuan itu?”
“Saudaraku” jawab Ibrahim, sengaja ia berbohong, sebab jika ia berkata terus terang, pasti ia akan dibunuh oleh Raja Mesir itu dan istrinya akan dirampas.

Nabi Ibrahim dan istrinya boleh tinggal di Istana. Pada suatu hari Sarah dapat menyembuhkan sakit Raja Mesir itu, yaitu sepasang tangan Raja itu mengatup rapat tidak dapat digerakkan. Atas jasanya itu Sarah kemudian diberi hadiah seorang budak perempuan bernama Hajar.

Ketika Ibrahim dan Sarah sudah semakin tua, mereka belum dikaruniai seorang anak. Menyadari bahwa dirinya tak mungkin memenuhi keinginan suaminya untuk memiliki anak, Sarah memberi izin kepada Ibrahim untuk menikahi Hajar. Dan dengan ikhlas Hajar kemudian diberikan kepada Ibrahim untuk dijadikan isteri. Hajar kemudian melahirkan Ismail. Namun karena Sarah cemburu, maka dengan bijaksana Ibrahim membawa pergi Hajar dan Ismail. Ibrahim lalu meninggalkan mereka di daerah Mekah. Ketika Ismail berusia 14 tahun, barulah Sarah melahirkan Ishaq. Ibrahim bersyukur, karena di masa tuanya dianugerahi Ismail dan Ishaq. Dari mereka berdua kemudian lahir para nabi. Nabi Muhammad adalah keturunan Ismail, dan sebagian besar para nabi Bani Israil adalah keturunan Ishaq. 

Di Mesir, Nabi Ibrahim dapat hidup tenteram dan makmur, hartanya melimpah ruah. Tapi justru ini menjadikan iri hati bagi penduduk asli Mesir. Maka kemudian Ibrahim memutuskan kembali ke Palestina.
Sejak saat itulah, Nabi Ibrahim hijrah ke Negeri Kan’an (Palestina), dan disanalah ia membina rumah tangga sampai mendapat keturunan. Nabi Ibrahim menikahi Siti Sarah, karena tidak mendapat keturunan, ia menikah lagi dengan Siti Hajar. Pernikahannya dengan Siti Hajar dianugrahi Allah seorang putra bernama Ismail.

Setelah Siti Sarah berusia lanjut, dia hamil. Lahirlah seorang putra yang diberi nama Ishak. Kelak Nabi Ishak mempunyai anak bernama Yakub. Menurut riwayat, keturunan Nabi Ishak selanjutnya adalah Nabi Musa. Keturunan dari Nabi Ismaillah yang kemudian menurunkan Nabi Muhammad SAW. Menurut silsilah, Nabi Ismail adalah kakek Nabi Muhammad yang kedua Puluh.

Istri pertama Nabi Ibrahim, Siti Sarah tinggal di Palestina. Sedangkan istri keduanya, Siti Hajar, dan putranya Ismail tinggal di Mekah. Karena itu Nabi Ibrahim kadang pergi ke Palestina, kadang tinggal di Mekah. Setelah Ismail besar, Ibrahim mengajaknya membangun Baitullah (Ka’bah) sesuai dengan perintah Allah SWT. Selanjutnya Ka’bah menjadi kiblat bagi umat Islam yang mendirikan salat.

Dikutip dari berbagai Sumber

4 komentar:

  1. Selalu mengingatkan kita bahwa hidup ini hanya sementara. Thks kunjungannya. untuk buku tamu bisa dilihat http://opini-indonesiaku.blogspot.com/2011/03/satu-lagi-karya-anak-bangsa.html

    BalasHapus
  2. owh gitu yah,memang bila raja murtad harus di musnahkan..

    BalasHapus
  3. Subhanallah. Allah kuasa membuat api yang panas menjadi dingin. Sukron kisahnya

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...