Sebenarnya saya sudah sering bertemu dengan wanita dan anak gadis kecilnya itu. Baik saat menunggu di halte ataupun di dalam bis yang biasa saya naiki menuju Tsukuba Center. Seingat saya, wanita itu selalu memakai sari (pakaian khas wanita di negara-negara Asia Selatan) yang dilengkapi selendang lebar dengan warna yang senada motif pakaiannya. Kemungkinan mereka berasal dari salah satu negara yang ada di Asia Selatan.
Pagi itu, kembali saya bertemu mereka di halte bis. Di situ hanya ada saya, wanita dan gadis kecil itu. Saya sapa mereka dengan anggukan kepala tanpa kata ataupun salam. Sebelumnya saya juga selalu berlaku demikian. Ada keraguan, muslimkah mereka? Mengingat negara-negara di Asia Selatan juga banyak yang beragama non-muslim.
Gadis kecil dan ibunya bercakap-cakap dengan bahasa yang sama sekali tidak saya pahami. Mereka tidak menggunakan bahasa Jepang ataupun Inggris. Mereka bercakap-cakap sambil sesekali melirik ke arah saya. Sepertinya mereka membicarakan saya. Hanya saja saya tidak bisa mengerti apa isi pembicaraan mereka.
Tiba-tiba wanita itu bergerak mendekati saya. Langkahnya terlihat ragu-ragu namun gadis kecil itu terus mendorong ibunya agar semakin mendekat.
“Maaf, anak saya ingin tahu anda berasal dari mana?” Dia bertanya dengan bahasa Inggris yang terbata-bata.
“Dari Indonesia. ” Jawab saya sambil tersenyum kepada mereka.
“Dan anda dari mana?”
“Pakistan. ” Jawabnya singkat.
Wanita itu menterjemahkan jawaban saya kepada anaknya. Mereka kembali terlibat percakapan dalam bahasa yang tidak saya pahami tadi. Mungkin mereka menggunakan bahasa dari negara asalnya. “Anak saya bilang bahwa sebelumnya dia pernah melihat anda sewaktu di masjid. ”
Plak!. Ucapannya yang tenang itu terasa seperti tamparan ke wajah saya. Ke mana saja saya selama ini? Apa saja yang saya kerjakan? Sampai-sampai saya tidak mengenal mereka. Padahal muslim yang tinggal di Tsukuba masih sedikit (dibanding kota lainnya di Jepang). Seharusnya lebih mudah untuk mengingat wajah-wajah saudara seiman walaupun kadang tidak selalu ingat akan namanya. Wajarlah kalau gadis kecil itu mengenal saya.
Mereka juga muslim yang berarti saudara seiman dengan saya. Tak sepantasnya saya mengabaikan mereka. Bahkan ucapan salam pun belum sempat terucap dari bibir saya. Astaghfirullah …..
Ternyata kepekaan terhadap orang-orang yang berada di sekitar saya, masih kurang. Allah SWT telah mengingatkan saya lewat gadis kecil dan wanita itu. Melalui mereka, saya juga diingatkan kembali bahwa setiap muslim itu bersaudara. Saudara yang berhak mendapatkan salam ketika saya menjumpainya. Sama haknya seperti saudara-saudara seiman lainnya tanpa terhalang oleh suku dan asalnya.
Wallahu’alam bisshowab.
Sumber : Shinta Octaviani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar