Nabi Ayub as adalah seorang Nabi Allah yang sangat sabar, bahkan bisa dikatakan bahwa
beliau berada di puncak kesabaran. Nabi Ayub menjadi simbol kesabaran dan
cermin kesabaran atau teladan kesabaran. Allah telah memujinya dalam
kitab-Nya yang berbunyi: "Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang
yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada
Tuhannya)." [QS. Shad [38]: 44]
RINGKASAN KISAH NABI AYUB
Nabi Ayub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia pilihan yang mulia. Allah Swr telah menceritakan dalam kitab-Nya dan memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah telah mengujinya dengan ujian yang tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana sahabat dan keluarganya telah melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, "(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya, "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (Shad: 42). Nabi Ayub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata air yang dingin karena hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya, "Minumlah darinya serta mandilah." Nabi Ayub AS melakukannya, maka Allah Ta'ala menghilangkan penyakit yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah Swt mengembalikan kepadanya; keluarganya, hartanya, sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam jumlah yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi orang-orang yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra dari Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda, “Sesungguhnya Nabi Ayub as diuji dengan musibah tersebut selama delapan belas tahun, dimana keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya dan mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya. Dimana keduanya telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu, "Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan siapa pun di dunia ini." Sahabatnya itu bertanya, "Dosa apakah itu?." Saudaranya tadi berkata, "Selama delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya." Ketika keduanya mengunjungi Ayub maka salah seorang dari kedua saudaranya itu tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut kepadanya. Nabi Ayub menjawab, "Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua bicarakan, kecuali Allah Ta'ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah untuk mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah. Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.”
Ketika Nabi Ayub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang diperoleh dari hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya seratus kali cambukan. Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayub dan istrinya, seraya dikatakan kepadanya: "Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah." (Shad [38]: 43). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan sumpah di hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang yang tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang lemah atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang disebut dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu ialah pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Nabi saw bersabda, "Ketika Ayub pergi menunaikan hajatnya maka istrinya memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya datang terlambat dan Ayub menerima wahyu, Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum. (Shad [38]: 42) Ketika istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan pandangannya dalam keadaan tertegun, dan Ayub menyambutnya dalam rupa dimana Allah telah menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti semula. Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, "Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah, bahwa aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat." Ayub menjawab, "Sesungguhnya aku ini adalah dia." Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah awan, dimana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata uang hingga penuh." (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab Shahîh-nya no. 17).
Demikianlah kisah Nabi Ayub as. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya.
Subhanallah wabihamdi subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilahailla anta asytagfiruka wa atubu ilaik.
RINGKASAN KISAH NABI AYUB
Nabi Ayub adalah salah seorang manusia pilihan dari sejumlah manusia pilihan yang mulia. Allah Swr telah menceritakan dalam kitab-Nya dan memujinya dengan berbagai sifat yang terpuji secara umum dan sifat sabar atas ujian secara khusus. Allah telah mengujinya dengan anaknya, keluarganya dan hartanya, kemudian dengan tubuhnya. Allah telah mengujinya dengan ujian yang tidak pernah ditimpakan kepada siapa pun, tetapi ia tetap sabar dalam menunaikan perintah Allah dan terus-menerus bertaubat kepada-Nya.
Setelah Nabi Ayub menderita penyakit kronis dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana sahabat dan keluarganya telah melupakannya, maka ia menyeru Rabbnya, "(Ya Rabbku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang." (Al-Anbiya’: 83). Dikatakan kepadanya, "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum." (Shad: 42). Nabi Ayub AS menghantamkan kakinya, maka memancarlah mata air yang dingin karena hantaman kakinya tersebut. Dikatakan kepadanya, "Minumlah darinya serta mandilah." Nabi Ayub AS melakukannya, maka Allah Ta'ala menghilangkan penyakit yang menimpa bathinnya dan lahirnya.
Kemudian Allah Swt mengembalikan kepadanya; keluarganya, hartanya, sejumlah ni’mat serta kebaikan yang dikaruniakan kepadanya dalam jumlah yang banyak. Dengan kesabarannya itu maka ia merupakan suri teladan bagi orang-orang yang sabar, penghibur bagi orang-orang yang mendapat ujian atau ditimpa musibah serta pelajaran berharga bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra dari Nabi Muhammad Saw, beliau bersabda, “Sesungguhnya Nabi Ayub as diuji dengan musibah tersebut selama delapan belas tahun, dimana keluarga dekat serta keluarga yang jauh telah menolaknya dan mengusirnya kecuali dua orang laki-laki dari saudara-saudaranya. Dimana keduanya telah memberinya makan dan mengunjunginya. Kemudian pada suatu hari salah seorang dari kedua saudaranya itu berkata kepada saudaranya yang satu, "Demi Allah, perlu diketahui, bahwa Ayub telah melakukan suatu dosa yang belum pernah dilakukan siapa pun di dunia ini." Sahabatnya itu bertanya, "Dosa apakah itu?." Saudaranya tadi berkata, "Selama delapan belas tahun Allah tidak merahmatinya, sehingga menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya." Ketika keduanya mengunjungi Ayub maka salah seorang dari kedua saudaranya itu tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga ia menyampaikan pembicaraan tersebut kepadanya. Nabi Ayub menjawab, "Aku tidak mengetahui apa yang kamu berdua bicarakan, kecuali Allah Ta'ala telah memberitahukan; bahwa aku diperintah untuk mendatangi dua orang laki-laki yang berselisih supaya keduanya mengingat Allah. Sedang aku akan kembali ke rumahku dan menutup diri dari keduanya, karena merasa benci mengingat Allah, kecuali dalam kebanaran.”
Ketika Nabi Ayub sakit, maka ia menemukan kepingan uang milik istrinya yang diperoleh dari hasil pekerjaannya melakukan sesuatu, sehingga ia bersumpah akan mencambuknya seratus kali cambukan. Kemudian Allah meringankannya dari Nabi Ayub dan istrinya, seraya dikatakan kepadanya: "Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah." (Shad [38]: 43). Yakni melanggar sumpahmu.
Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa kifarat sumpah tidak disyari’atkan kepada seseorang sebelum syari’at kita, serta kedudukan sumpah di hadapan mereka adalah sama dengan nazdar, yang mesti dipenuhi.
Juga dalam ayat tersebut terdapat dalil, bahwa bagi orang yang tidak mungkin dilaksanakan hukuman had atasnya karena kondisinya yang lemah atau alasan lainnya, hendaklah diberlakukan kepadanya hukuman yang disebut dengan hukuman tersebut, karena tujuan dari pemberlakuan hukuman itu ialah pemberian rasa jera, bukan perusakkan atau penghancuran.
Nabi saw bersabda, "Ketika Ayub pergi menunaikan hajatnya maka istrinya memegang tangannya hingga selesai. Suatu hari istrinya datang terlambat dan Ayub menerima wahyu, Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum. (Shad [38]: 42) Ketika istrinya datang dan bermaksud menemuinya, maka ia melayangkan pandangannya dalam keadaan tertegun, dan Ayub menyambutnya dalam rupa dimana Allah telah menyembuhkan penyakit yang dideritanya, dan rupanya sangat tampan seperti semula. Ketika istrinya melihatnya, seraya bertanya, "Semoga Allah memberkatimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang sedang diuji? Demi Allah, bahwa aku melihatnya mirip denganmu saat ia sehat." Ayub menjawab, "Sesungguhnya aku ini adalah dia." Ketika itu di hadapannya terdapat dua buah gundukan yaitu gundukan gandum dan jewawut. Kemudian Allah mengirim dua buah awan, dimana ketika salah satunya menaungi gundukan gandum, maka tercurah padanya emas hingga penuh, sedangkan pada gundukan jewawut tercurah mata uang hingga penuh." (HR. Abu Ya’la, 3617, yang dishahihkan al-Hakim (2/581-582) dan Ibnu Hibban (2091) serta al-Albani dalam kitab Shahîh-nya no. 17).
Demikianlah kisah Nabi Ayub as. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya.
Subhanallah wabihamdi subhanakallahumma wabihamdika asyhadualla ilahailla anta asytagfiruka wa atubu ilaik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar